BEBERAPA KAPASITAS YANG PERLU DIMILIKI OLEH DESA
BEBERAPA KAPASITAS YANG PERLU DIMILIKI OLEH
DESA
Mengkaji
tentang kapasitas desa, terutama pemerintah desa, bukan sekadar kesanggupan dan
kelancaran pemerintah desa menjalankan tugas pokok dan fungsinya atau mengikuti
prosedur administrasi yang sudah baku saja. Kapasitas dalam konteks ini adalah
penguasaan pengetahuan dan informasi maupun keterampilan menerapkan alat
kebijakan dan program untuk menjalankan fungsi-fungsinya secara efektif dan
efisien. Yang lebih penting lagi, kapasitas merupakan prakarsa untuk melakukan
inovasi atau pembaharuan ide terhadap pengelolaan pembangunan, pemerintahan,
kemasyarakatan dan pemberdayaan agar desa berkembang lebih dinamis dalam upaya
mencapai visi-misinya yang digariskan dalam RPJMDesa.
Tentu
saja banyak daftar panjang kapasitas yang harus dimiliki oleh desa (Aparatur
Pemerintahan). Tetapi, paling tidak, secara teoretis ada beberapa bentuk
kemampuan (kapasitas) yang perlu dikembangkan, diantaranya :
Pertama,
kapasitas regulasi (mengatur).
Kapasitas regulasi adalah kemampuan pemerintah desa mengatur kehidupan desa
beserta isinya (wilayah, kekayaan, dan penduduk) dengan peraturan desa,
berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat. Pengaturan bukan
semata-mata bertujuan untuk mengambil sesuatu (melakukan pungutan), tetapi
begitu banyak pengaturan yang berorientasi pada pembatasan kesewenang-wenangan,
perlindungan, pelestarian, pembagian sumberdaya (jabatan desa, kekayaan desa,
pelayanan publik), pengembangan potensi desa, penyelesaian sengketa, dan
seterusnya. Berbagai macam peraturan desa pada prinsipnya dimaksudkan untuk
menciptakan ketertiban, keamanan, keseimbangan, keadilan, keberlanjutan dan
lain-lain.
Kedua,
kapasitas ekstraksi. Kapasitas
ekstraksi adalah kemampuan mengumpulkan, mengerahkan dan mengoptimalkan
aset-aset desa untuk menopang kebutuhan (kepentingan) pemerintah dan warga
masyarakat desa. Paling tidak, ada enam aset yang dimiliki desa: (a) Aset fisik
(kantor desa, balai dusun, jalan desa, sarana irigasi, dll); (b) Aset alam
(tanah, sawah, hutan, perkebunan, ladang, kolam, dll); (c) Aset manusia
(penduduk, SDM); (d) Aset sosial (kerukunan warga, lembaga-lembaga sosial,
gotong-royong, lumbung desa, arisan, dll); (e) Aset keuangan (tanah kas desa,
bantuan dari kabupaten, KUD, BUMDes dan (f) Aset politik (lembaga-lembaga desa,
kepemimpinan, forum warga, BPD, rencana strategis desa, peraturan desa, dll).
Untuk
meningkatkan kemampuan ekstraksi ini memang tidak mudah, tetapi juga tidak
terlalu sulit. Yang jelas tidak semuanya padat modal, atau butuh dana besar.
Umumnya langkah awal peningkatan kemampuan ekstraksi dimulai dengan analisis
potensi desa (termasuk pemetaan tata ruang desa) yang kemudian dirumuskan
menjadi rencana strategis desa. Rencana strategis mencakup tentang visi desa,
yang kemudian dijabarkan menjadi rangkaian kebijakan, program dan kegiatan.
Seorang Kepala Desa yang diberi mandat selama enam tahun memang bukan
semata-mata untuk membangun pemerintahan tetapi menghadapi tantangan yang
berat, yaitu bagaimana dan kemana desa akan dibawa selama enam tahun? Apakah
Kades sudah cukup puas karena bersedia memberikan pelayanan kepada masyarakat
nonstop selama 24 jam, atau sudah sangat puas karena peranannya sebagai “ujung
tombak” dan “ujung tombok”? Tentu saja tidak.
Termasuk
dalam kapasitas ekstraksi adalah kemampuan pemimpin, terutama kepala desa,
melakukan konsolidasi (merapatkan barisan) terhadap berbagai aktor, baik BPD,
lembaga kemasyarakatan desa, tokoh masyarakat dan warga. Misalnya kalau Kepala
Desa dan BPD masih saja ribut, maka tidak bakal membawa pemerintahan dan
pembangunan secara efektif, apalagi membawa visi-misi besar desa. Karena
itu berbagai unsur desa itu harus melakukan konsolidasi, membangun kesepahaman,
keterbukaan, kemitraan, kebersamaan, saling mengisi untuk mengawal visi-misi
desa.
Ketiga,
kapasitas distributif. Kapasitas
distributif adalah kemampuan pemerintah desa membagi sumberdaya desa secara
seimbang dan merata sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Contoh
yang paling nyata dalam hal ini adalah kemampuan pemerintah desa merancang
APBDesa, terutama dalam hal pengeluaran (alokasi). Umumnya pemerintah desa
mempunyai kapasitas distributif yang masih kurang optimal, karena sebagian
besar alokasi keuangan desa digunakan untuk belanja rutin pemerintahan saja,
sementara dana pembangunan banyak dialokasikan untuk pembangunan fisik,
sementara yang untuk alokasi ekonomi produktif dan Pembangunan Sumber Daya
Manusia masih rendah. Selain itu dalam penyusunannya mereka sering terjebak dalam
aturan kaku birokrasi “Supra Desa” yang cenderung membingungkan Pemerintah
Desa.
Keempat,
kapasitas responsif. Kapasitas
responsif adalah kemampuan untuk peka atau memiliki daya tanggap terhadap
aspirasi atau kebutuhan warga masyarakat untuk dijadikan sebagai basis dalam
perencanaan kebijakan pembangunan desa. Kemampuan ini harus ditempa terus,
sebab selama ini agenda perencanaan pembangunan desa cenderung berangkat dari
aspirasi elite desa saja.
Kelima,
kapasitas jejaring dan kerjasama. Kapasitas
jejaringatau jaringan adalah kemampuan pemerintah dan warga masyarakat desa
mengembangkan jaringan kerjasama dengan pihak-pihak luar dalam rangka mendukung
kapasitas ekstraktif. Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI),
Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) atau forum BPD, misalnya,
bisa digunakan sebagai wadah untuk membangun kerjasama antar desa. Demikian
juga kerjasama dengan perguruan tinggi maupun LSM/NGO.
Keenam, Kapasitas Pengolaan Data dan Informasi. Data memiliki fungsi yang sangat penting bagi kinerja dan
kelancaran kerja suatu organisasi khususnya organisasi/Intansi pemerintahan.
Instansi Pemerintah membutuhkan penyusunan data yang baik agar dapat membantu
para pengambil kebijakan dalam menyusun rencana kegiatan dan mengambil sebuah
keputusan. Data yang baik dapat disusun dalam sebuah database (basis data).
Database memiliki arti penting dalam instansi agar dapat mengumpulkan,
mengorganisir dan menganalisa tugas dan fungsi setiap instansi pemerintah dalam
rangka pencapaian rencana strategisnya. Oleh sebab itu kemampuan manajemen data perlu diasah
dan dikembangkan oleh pemerintah desa.
Peningkatan
kapasitas pemerintahan desa
pada dasarnya diarahkan pada tujuan-tujuan antara lain :
1.
Mengembangkan keterampilan dan kompetensi
individu sehingga masing-masing
individu mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diembannya;
2. Mengembangkan
budaya kerja, sistem dan prosedur kedalam kewenangan unit-unit kerja (Urusan/Seksi) pemerintahan
desa dalam rangka mencapai tujuan masing-masing unit kerja;
3. Mengembangkan
dan menguatkan jejaring kerja dengan pihak luar dan supra desa (SKPD/Pemda) dalam
rangka menumbuh-kembangkan kemitraan.
Dari
uraian sebagaimana diuraikan di
atas, patut difahami bahwa “peningkatan kapasitas”
merupakan upaya yang
tiada henti, berproses terus secara bertahap dan berkesinambungan dalam rangka
mencapai efisiensi dan efektivitas pemerintahan desa secara
optimal. Dan hal ini perlu
dilaksanakan secara sinergi dan partisipatif oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Pemerintah Desa, maupun oleh pihak Ketiga (Perguruan Tinggi, NGO/LSM,
Pendamping/Fasilitator).[1]
Daftar Referensi :
UU Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa
PP 43 Tahun 2014
PP 47 Tahun 2015
Permendagri Nomor
111 Tahun 2014
Permendagri Nomor
20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Buku
Peningkatan Kapasitas Desa
Buku
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Buku Kepemimpinan
Desa
Majalah Freview Flamma Edisi 50 Tahun 2017