SERVANT LEADERSHIP


SERVANT LEADERSHIP

(https://www.natoma.com/blog/content/2017/12/4/journeying-through-servant-leadership)


Apa itu Servant Leader? Secara bahasa, servant leader berarti pemimpin yang melayani. Seorang servant leader selalu mengutamakan melayani seseorang atau pengikutnya terlebih dahulu daripada mengharapkan status sebagai pemimpin. Lebih lanjut, kemampuan mengembangkan kemampuan orang lain merupakan karakteristik servant leader. Adapun ciri-ciri seorang servant leader ini, yaitu.
Pertama, mendengar. Seorang servant leader senantiasa mendengar masukan, saran, dan kritik dari pengikutnya. Servant Leader memiliki komitmen untuk mendengar dengan sepenuh hati. Kedua, memahami. Servant leader memahami akan konsekuensi masa depan dari apa yang dilakukan atau diputuskan sekarang. Ketiga, kesadaran. Servant leader sadar akan memperlakukan orang lain, mempertimbangkan etika, dan menghargai kekuatan orang lain. Keempat, empati. Seorang Servant leader selalu menerima orang lain apa adanya, ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain, serta menghargai orang akan kekurangan dan kelebihannya dengan sepenuh hati. Kelima, meringankan beban mental. Servan leader dapat membahagiakan orang lain yang didekatnya. Keenam, konseptualisasi. Seorang Servant leader memiliki impian dan cita-cita besar yang melebihi kenyataan sekarang, serta selalu mengajak orang untuk menggapai visi. Ketujuh, komitmen dalam pengembangan pengikut. Meyakini bahwa setiap orang memiliki keunikan dan kelebihan masing-masing (nilai intrinsik) untuk dapat dikembangkan. Kedelapan, persuasi. Servant Leader berusaha menyakinkan orang lain tanpa melakukan pemaksaan untuk mengikuti kehendaknya. Kesembilan, pengayoman/ pendampingan. Servant Leader senantiasa mengayomi dan percaya bahwa orang lain memiliki kemampuan dan niat baik dalam melakukan sesuatu. Kesepuluh, membangun komunitas. Servant Leader selalu membuat lingkungan yang nyaman, membangun komunikasi yang kuat dalam lingkungan serta menganggap orang lain seperti anggota keluarga.
Bagaimana proses seseorang mempunyai jiwa Servant Leadership? Servant Leadership akan muncul jika, yang pertama, adanya saling keterbukaan dan adil. Kedua, persahabatan. Ketiga, peluang. Keempat, adanya rasa bangga terhadap pekerjaan dan perusahaan. Kelima, keuntungan. Keenam, rasa aman dalam bekerja.[1]
Servant leadership dikemukakan oleh Robert K. Greenleaf pada tahun 1970 dan menyatakan bahwa servant leader menjadi pemimpin dimulai dari perasaan alami bahwa seorang pemimpin ingin membantu, tujuan pertama kali seorang pemimpin adalah untuk membantu.[2] Kemudian menyadari pilihan yang membawa seseorang teraspirasi untuk memimpin (James W. Sipe dan Don M. Frick, 2009, Seven Pillars of Servant Leadership: Practicing the Wisdom of Leading by Serving). Servant leadership adalah suatu kepemimpinan yang berawal dari perasaan tulus yang timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu untuk menjadi pihak pertama yang melayani. Esensi dari model kepemimpinan ini adalah melayani yang dipimpin, baik karyawan, konstituen, pelanggan, atau masyarakat luas. Dalam model ini, memimpin pada hakikatnya melayani secara tulus. Dalam essai mengenai servant leadership yang disusun oleh Greenleaf mengungkapkan bahwa (Dan R. Ebener, 2007, Servant Leadership Models for Your Parish), Pertama, seorang pemimpin seharusnya bertindak sebagai pelayan, yang ‘bertindak dengan integritas dan semangat, membangun kepercayaan, menggerakkan orang-orang, dan membantu mereka untuk tumbuh.”[3]
Kedua, seorang pemimpin ‘yang dipercaya dan yang membentuk nasib orang lain dengan menunjukkan caranya. Dalam konteks servant leadership, seorang pemimpin berorientasi untuk melayani pengikutnya, mengabaikan kebutuhan dan minat pribadinya untuk melayani orang lain dengan membantu pengikutnya untuk tumbuh secara profesional dan secara personal. Greenleaf juga menyatakan bahwa pemimpin yang berorientasi pelayanan memulai tindakannya dengan integritas, mengembangkan hubungan kepercayaan, dan membantu orang lain untuk belajar, tumbuh, dan mengembangkan kemampuan orang-orang tersebut untuk memimpin diri mereka sendiri. Ketika pemimpin benar-benar memiliki komitmen untuk mengembangkan pengikutnya, mereka memberikan kebebasan untuk melakukan eksperimen, mengambil risiko, dan bahkan membuat kesalahan tanpa takut adanya hukuman (Ebener).
Hamilton dan Nord sebagaimana dikutip Vadell (2009, The Role of Trust in Leadership: U.s. Air Force Officers’ Commitment and Intention to Leave the Military) menyimpulkan bahwa servant leadership membentuk karakteristik kepribadian refleksi, integritas, dan passion (semangat dan gairah). Dalam hal ini, seorang pemimpin harus menghadirkan hal positif kepada pengikutnya. Untuk menginspirasi mereka untuk bekerja sesuai dengan arah dan misi organisasi. Adapun atribut servant leadership yang dikemukakan dalam essai Greenleaf ada 10, yakni sebagai berikut:
1.      Listening. Atribut ini merupakan sarana komunikasi yang kritis, diperlukan agar komunikasi bisa berjalan secara akurat dan secara aktif menunjukkan rasa menghargai orang lain. Menurut Greenleaf, “Only a true natural servant automatically responds to any problem by listening first”.
2.       Empathy. Atribut yang menunjukkan kemampuan seorang pemimpin ungtuk menyadari apa yang dirasakan oleh orang lain. Greenleaf menyatakan bahwa, “the servant always accepts and empathizes, never rejects” dan “Men grow taller when those who lead them empathize, and when they are accepted for who they are.”
3.      Healing. Atribut ini didefinisikan Greenleaf sebagai “to make whole.” Artinya adalah bahwa seorang pemimpin mengenali harapan orang lain untuk menemukan keseluruhan dari dirinya sendiri dan memberi dukungan kepada orang lain.
4.      Awareness. Atribut ini diperlukan bagi seorang pemimpin untuk memperoleh peluang sebagai seorang pemimpin. Tanpa adanya awareness maka seorang pemimpin akan kehilangan peluang kemimpinannya.
5.      Persuasion. Atribut ini membantu pemimpin mampu membangun konsensus kelompok melalui persuasi yang gentle dan jelas, dan tidak menggunakan kepatuhan kelompok karena adanya posisi kekuasaan. Greenleaf mencatat bahwa, “A fresh look is being taken at the issues of power and authority, and people are beginning to learn, however haltingly, to relate to one another in less coercive and more creatively supporting ways.” Artinya bahwa seorang pemimpin akan menggunakan kekuatan pribadinya dan bukan kekuatan kekuasaannya untuk mempengaruhi kelompok dan memperoleh tujuan organisasi.
6.      Conceptualization. Atribut ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin dapat memperoleh solusi terhadap permasalahan yang saat ini tidak ada.
7.      Foresight. Atribut ini menunjukkan bahwa pemimpin memiliki pengetahuan dan cara pandang ke depan yang leih baik mengenai apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.
8.      Stewardship. Atribut ini menunjukkan kemampuan pemimpin dalam melakukan tata laksana organisasi. Artinya, pemimpin tidak hanya mewakili bawahan secara personal, tetapi juga mewakili organisasi secara keseluruhan, dan dampaknya terhadap hubungan organisasi dengan masyarakat.
9.      Commitment to the growth of people. Atribut ini menunjukkan kemampuan pemimpin dalam memegang komitmen untuk pertumbuhan orang-orang yang dilakukan seorang pemimpin melalui pemberian apresiasi dan pemberian semangat kepada orang lain. Sebagaimana diungkapkan oleh Greenleaf, bahwa “the secret of institution building is to be able to weld a team of such people by lifting them up to grow taller than they would otherwise be.”
10.   Building community. Atribut ini menunjukkan kemampuan pemimpin untuk membangun komunitas yang menyatukan individu dalam masyarakat. Sebagaimana dijelaskan oleh Greenleaf, “all that is needed to rebuild community as a viable life form…is for enough servant-leaders to show the way.”[4]
Berdasarkan rangkuman ini admin blogger sepakat dengan apa dituliskan dalam artikel Anthony Dio Martin yang terbit di Kompas.Com mengatakan, “negeri kita akan menjadi semakin baik kalau kita memiliki semakin banyak pemimpin yang tidak fokus pada egonya,” dan sebagai tambahan barangkali juga demikian apabila teraplikasikan sampai ruang komunitas di berbagai lapisan masyarakat.[5]









REFERENSI:
[1] Apa itu Servant Leader? https://kitayangmengubah.wordpress.com/2013/04/09/apa-itu-servant-leader/
[2] Greenleaf, What is Servant Leadership?, https://www.greenleaf.org/what-is-servant-leadership/
[3] ST.THOMAS University, What is Servant Leadership?, https://online.stu.edu/articles/education/what-is-servant-leadership.aspx#.W1GA_0v6WSE.facebook
[4] Liloli, Alternatif Kepemimpinan Kontemporer, Servant Leadership, https://elmurobbie.wordpress.com/2012/11/16/alternatif-kepemimpinan-kontemporer-servant-leadership/
[5] Bambang Priyo Jatmiko, “Servant Leadership: Merindukan Pemimpin Yang Tidak Egois,” https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/18/080000026/servant-leadership--merindukan-pemimpin-yang-tidak-egois

Postingan populer dari blog ini

TIM PENGELOLA KEGIATAN (TPK)

Kisah Inspiratif, Orang-orang Buta dan Seekor Gajah