Pemuda, Tumpuan Masa Depan dan Strategi Pembangunan Desa
PEMUDA,
TUMPUAN MASA DEPAN
DAN
STRATEGI PEMBANGUNAN DESA
(Sumber: http://politiktoday.com/peranan-pemuda-dalam-pembangunan/)
Pemuda, Tumpuan Masa
Depan
Kebahagiaan
dan kasih sayang adalah naluri dasar setiap insan. Semua orang berlomba dan
bekerja keras siang dan malam untuk mendapatkannya hingga terkadang ia lupa
akan dirinya. Inilah jiwa pemuda. Jiwa yang penuh gelora dan semangat membara,
hingga ketika seorang pemuda sudah tidak lagi punya semangat, harapan dan
cita-cita dalam hidupnya maka sesungguhnya ia telah menua sebelum ia tua.
Imam syafi’i
pun berkata, “tidaklah mungkin orang yang punya mimpi dan bercita-cita besar
hanya duduk berpangku tangan. Tinggalkanlah watan dan kenyamanan maka kau akan
menemukan gantinya karena kenikmatan hidup didapatkan setelah kau melewati
kelelahan”. Begitupun pepatah mengajarkan, “Berakit-rakit kehulu,
berenang-renang ketepian. Bersakit-sakitlah terlebih dahulu, dan bersenang-senaglah
kemudian.”
Tantangan dan
hambatan kian hari makin menantang. Setiap hari pemuda kita disuguhi dengan
berbagai keburukan dan masalah melalui media-media elektronik tanpa memberi
solusi akan masalah yang sedang terjadi. Seolah bangsa ini tidak lagi punya
harapan kedepan. Padahal begitu banyak prestasi membanggakan yang dipeoleh anak
bangsa dan juga potensi bangsa ini yang belum tereksplorasi secara maksimal.
Begitu banyak ide-ide
cemerlang yang diberikan oleh pemuda bangsa ini khususnya para mahasiswa.
Mereka terus membangun bangsa lewat berbagai disiplin ilmu yang mereka kuasai
dari pertanian, perikanan, militer, hingga politik dan lain sebagainya. Satu
hal yang selalu menjadi motivasinya karena mereka memiliki mimpi dan visi yang
jauh kedepan.
Memang benar bermimpi,
belum tentu menjadikan orang sukses, tapi yakinlah bahwa setiap orang yang
sukses pasti punya mimpi-mimpi besar. Begtulah pepatah mengajarkan,
“Bermimpilah setinggi langit, jikalau kau jatuh maka kau akan jatuh diantara
bintang-bintang”. Anis Baswedan pun mengatakan, “Memang baik meraih suatu
mimpi, tetapi lebih baik lagi ketika kau mampu melebihi mimpi tersebut”. Oleh
karena itu jangan pernah menurunkan mimpi dan cita-cita tetapi perbesarlah
usaha, daya dan kemampuanmu untuk meraih dan menikmatinya.
Begitulah yang terjadi di masa-masa yang terdahulu, bahwa pemudalah yang
mampu melakukan perubahan besar terhadap bangsa, agama dan tanah airnya. Dalam
agama, ada Ibrahim muda yang menentang Namrud demi tegaknya nilai ketauhidan,
ada juga Musa yang menentang Fir’aun yang dzolim, hingga saat reformasi
pemerintahan Indonesia yang berperan dan memberikan andil besar yaitu para
pemuda khususnya para mahasiswa.
“Seorang anak
muda adalah mereka yang tidak mengatakan ini loh ayahku dan milik ayahku,
tetapi inilah diriku”, begitulah Ali bin Abi Thalib menuturkan. Tak ada alasan
lagi bagi anak muda untuk bermalas-malasan dan menunggu harta warisan. Karena
itu tak ada satupun orang tua didunia ini, yang nalurinya berkeinginan anaknya
seperti orang tuanya tetapi mereka semua berharap anak-anaknya mampu
berkali-kali melebihi orang tua mereka. Oleh karena itu para leluhur bangsa ini
merelakan semuanya dari harta hingga jiwa mereka untuk membebaskan bangsa ini
dari tangan para penjajah.
Salah satu
slogan yang terus dikumandangkan saat itu yaitu “Merdeka atau Mati”. Sudah
selayaknya para geneasi muda untuk terus berkarya dan melunasi janji-janji
kemerdekaan para leluhur bangsa ini. Bangsa Indonesia bukanlah bangsa terjajah
tapi bangsa pejuang, maka tak ada alasan bagi generasi muda untuk berleha-leha
dan bermalas-malasan.
Berkembang dan bersaing
pula saat ini antara wadah-wadah kebaikan dan langkah-langkah keburukan di
seluruh pelosok negeri. Tak ada lagi batas-batas yang jelas antar negara. Oleh
karena itu yang diperlukan bukan hanya sebuah selektivitas tetapi juga
imunitas. Begitu beruntungnya para generasi muda yang terus melangkah dan
berlomba-lomba dalam kebaikan dan menebar kebaikan.
Sedangkan begitu celakanya
para generasi muda yang terus-menerus melakukan keburukan dan tidak melakukan
perubahan sehingga mereka pun tergerus oleh perubahan zaman. Anis Baswedan
mengatakan, “Generasi tua menawarkan masa lalu karena pengalamannya, tetapi
generasi muda haruslah menawarkan masa depan karena mereka punya harapan”.
“Pemuda saat ini adalah
pemimpin masa depan. Karenanya jika kau ingin mengetahui bagaimana suatu negara
dimasa yang akan datang maka lihatlah pemudanya yang sekarang”. Begitulah Nabi
Muhammad menuturkan. Oleh karena itu perlu adanya suatu pendidikan moral,
pengembangan wawasan, ketrampilan serta penanaman rasa nasionalisme pada
generasi muda, karena merekalah tulang punggung negara di masa yang akan
datang. Salah satunya melalui penanaman nilai-nilai kepribadian bangsa
Indonesia yang tercermin dalam Pancasila dan semboyan bangsa kita “Bhineka Tunggal Eka” kepada meeka sehingga
mereka kelak ketika mereka menjadi pemimpin, bukan hanya sebagai Ulil Amri atau Umara tetapi
juga bersifat Khadimul Ummah (pelayan
umat) dalam segala bidang aspek kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa melihat
kaya miskin, pejabat atau rakyat, suku, ras, agama atau hal yang lain karena
semua adalah sama dan tetap satu yaitu untuk Indonesia.
Ketika telah tertanam dalam
dirinya nilai-nilai kepribadian bangsa tersebut maka menjadilah mereka seorang Pemimpin Pancasilais adalah seorang
pemimpin yang selalu dengan teguh dalam mengamalkan nilai-niali yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila dengan sempurna sehingga secara otomatis dalam
dirinya terdapat 5 gaya kepemimpinan yang dikombinasikan menjadi satu, karena
sila-sila ini saling menjiwai antar satu sila dengan sila yang lain.
Dari sila ke-1 mengandung
nilai ke-Tuhanan, yang melahirkan gaya Kepemimpinan Thesis yaitu
kepemimpinan yang religius yang melaksanakan hal-hal yang diperintahkan oleh
Tuhan, dan menjauhkan diri dari setiap larangan Tuhan dan agamanya. Lalu sila
ke-2 mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang melahirkan Kepemimpinan Humanis yaitu kepemimpinan
yang berlandaskan perikemanusiaan yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia,
etika sosial dan menjunjung tinggi nilai kebersamaan serta keadilan kepada
setiap orang yang dipimpinnya.
Selanjutnya dari sila ke-3
mengandung nilai persatuan yang melahirkan gaya Kepemimpinan
Nasionalis yaitu kepemimpinan yang memiliki rasa kesetiaan
yang tinggi kepada bangsa atau tanah kelahirannya. Lalu pada sila ke-4
mengandung nilai kerakyatan yang lahirlkan gaya Kepemimpinan
Demokratik yaitu semua kebijakannya berlandaskan pada
nilai-nilai kebijaksanaan yang diperuntukan dari, oleh dan untuk rakyat serta
dari sila ke-5 mengandung nilai-nilai keadilan yang melahirkan gaya Kepemimpinan Social Justice yaitu pemimpin
yang pandai dalam membaca situasi, mencari kearifan dan menemukan hal-hal yang
tidak pernah dikemukakan oleh orang lain dan benar-benar sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan masyarakat.
Selain itu tetap menanamkan
nilai-nilai yang diajarka dalam agama yaitu shidiq (jujur), amanah (dapat
dipercaya), fathonah (cerdas), dan Tabligh (menyampaikan) hingga mereka mampu
bertanggung jawab atas segala tindakan atau kebijakan yang telah diambilnya.
Dalam mencapai ini semua
tidak hanya dibutuhkan peran dari pemerintah, tetapi yang terpenting adalah
peran keluarga. Keluarga merupakan madrasatul ula (pendidikan pertama dan
utama) bagi seorang anak. Begitu anak tumbuh kembang dalam keluarga dan
lingkungan yang baik maka menjadilah ia anak yang baik pula. Tak ada lingkungan
yang bisa tumbuh dengan baik, ketika manusianya buruk dan taka da manusia yang
baik ketika lingkungannya buruk.
Pemuda adalah harapan
bangsa dan sungguh sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling baik akhlaknya
dan paling banyak manfaatnya. Oleh karena itu jadilah pemuda laksana mutiara
dan permata bangsa yang tetap menjadi pelita ditengah gelap dan suramya generasi
muda. Mereka para pemuda terus mencoba untuk tetap berkilau, karena mereka
yakin tugas mereka adalah optimis bukan menebar caci. Mereka terus berprestasi
bukan hanya menebar benci, dan mereka sadar betul tugas mereka adalah terus
berkontribusi bukan hanya mengkritik tanpa solusi.[1]
Pemuda
dan Strategi Pembangunan Desa
Bicara
soal Pembangunan Desa, tentu bukan menjadi tugas Pemerintah semata. Tetapi
sudah menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa, tak terkecuali pemuda.
Lalu, apakah peran pemuda dalam pembangunan desa betul-betul bisa diandalkan?
Seberapa
jauh pemuda memberi kontribusi dalam pembangunan Indonesia secara umum,
dan desa secara khusus? Apa yang mesti ditawarkan oleh pemuda
dan seberapa strategisnya mereka dalam program pembangunan desa?
Kalau
kita melihat tapak tilas dan jejak rekam para pemuda dalam pergerakan
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Mereka memiliki sejarah yang
cukup bagus. Dalam konteks perubahan sosial Indonesia,
pemuda selalu berada di garda paling depan. Tak
jarang pemuda menjadi pemompa semangat, pencerah pemikiran dan
pembakar api perjuangan untuk keluar dari penjajahan dan keterjajahan. Itulah
sebabnya mengapa Presiden pertama Indonesia Soekarno hanya meminta 10 pemuda
saja untuk membangun bangsa ini daripada 1000 orang tua tak berdaya.
Marilah
sejenak kita merefresh kembali
ingatan kita tentang sejarah masa lalu Indonesia dan bagaimana peran
pemuda waktu itu. Tentu kita masih ingat Hari Kebangkitan Nasional 1908,
hari kelahiran ikrar Sumpah Pemuda 1928, dan Hari Kemerdekaan
Indonesia 1945. Semuanya itu terjadi berkat perjuangan pergerakan pemuda yang
ingin membebaskan Indonesia dari penjajahan bangsa lain. Bahkan,
gerakan reformasi 1998 yang ditandai dengan lengsernya kerajaan Soeharto
juga tak lepas dari peran pemuda, mahasiswa, pelajar, dan
elemen masyarakat lainya.
Ini
artinya, pemuda secara historis, memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
bangsa kita. Dengan begitu, tidak ada alasan, dalam program pembangunan
desa, peran dan kiprah pemuda untuk tidak diikutsertakan.
Masalah Umum dalam Pembangunan Desa
Pembangunan
pada prinsipnya sebuah proses sistematis yang dilakukan oleh masyarakat atau
warga setempat untuk mencapai suatu kondisi yang lebih baik dari apa yang
dirasakan sebelumnya. Namun demikian, pembangunan juga merupakan proses “bertahap” untuk
menuju kondisi yang lebih ideal. Karena itu, masyarakat yang ingin melakukan
pembangunan perlu melakukan tahapan yang
sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya dengan mempertimbangkan segala
bentuk persoalan yang tengah dihadapinya.
Besarnya
disparitas antara desa maju dengan desa tertinggal banyak disebabkan oleh: terbatasnya ketersediaan sumber daya manusia yang
profesional; belum tersusunnya kelembagaan sosial-ekonomi yang mampu berperan
secara epektif dan produktif; pendekatan top
down dan button
up yang belum berjalan seimbang; pembangunan belum sepenuhnya
partisipatif dengan melibatkan berbagai unsur; kebijakan yang sentralistik
sementara kondisi pedesaan amat plural dan beragam; pembangunan pedesaan belum terintegrasi dan
belum komperhensif; belum adanya fokus kegiatan pembangunan pedesaan; lokus kegiatan belum tepat sasaran; dan yang lebih penting kebijakan
pembangunan desa selama ini belum sepenuhnya menekankan prinsip pro poor, pro job dan pro growth.
Kenyataan
di atas tentu sangat mengkhawatirkan kita semua. Mengapa desa yang memiliki
kekayaan yang melimpah dan sumber daya alam yang tak
terhitung justru mengalami ketertinggalan.
Padahal pasokan makanan dan
buah-buah untuk wilayah perkotaan semuanya berasal dari desa.
Desa memiliki lahan yang
luas, wilayah yang strategis, dan kondisi yang memungkinkan untuk berkarya dan
mencipta. Mengingat demikian besarnya sumber daya manusia desa, di tambah
dengan sumber daya alam yang berlimpah ruah, serta dilihat dari strategi
pertahanan dan ke amanan nasional, maka sesungguhnya basis pembangunan nasional
adalah di pedesaan. Sangat disayangkan sekali bila pembangunan nasional tidak
ditunjang dengan pembangunan pedesaan.
Posisi Strategis Pemuda
Sebelum kita mendiskusikan posisi strategis dari pemuda dalam pembangunan desa tertinggal.
Baiknya kita potret terlebih dahulu kondisi objektif bangsa kita saat ini. Secara objektif, bangsa Indonesia berada
dalam situasi “krisis.” Krisis dalam arti negara sedang mengalami pathologi atau
kondisi sakit yang amat serius. Negara telah mengalami salah urus, rapuh dan
lemah. Banyaknya para birokrat negara yang korup dan belum
menunjukan keberpihakannya pada rakyat cukup membuktikan betapa rapuhnya
kondisi bangsa kita.
Dampak dari salah urus
negara yang sedang kita hadapi saat ini adalah terdapat 40 juta rakyat
berada dalam garis pemiskinan, dan hampir 70% rakyat miskin berada di
perdesaan, sumber daya alam (air, panas bumi, barang tambang hasil tani) dimiliki pengusaha asing,
sekitar 13 Juta rakyat tidak memiliki pekerjaan,
kualitas pendidikan yang masih rendah,
banyak warga yang tidak bisa melanjutkan pendidikan dan tingkat buta
huruf masih tinggi. Kondisi ini diperparah dengan ketersediaan pangan yang
semakin terbatas.
Krisis
sosial juga berdampak pada memudarnya nilai-nilai dan ikatan kohesifitas warga.
Ada kecendrungan nilai-nilai gotong royong, praktik swadaya mulai
melemah seiring dengan memudarnya budaya lokal yang semakin tergerus oleh
budaya lain. Maka dalam rangka memperbaiki kondisi krisis yang tengah dihadapi
bangsa kita sehingga berimbas pada tersendatnya pembangunan di perdesaan.
Keberadaan pemuda sebagai penggerak dan perubah keadaan sangat memainkan posisi
yang strategis. Strategis mengandung arti bahwa pemuda adalah kader penerus kepemimpinan nasional dan
juga lokal (desa), pembaharu keadaan, pelopor pembangunan,
penyemangat bagi kaum remaja dan anak-anak.
Karena itu, paling tidak ada 3 peran utama yang bisa
dilakukan pemuda sebagai kader penerus bangsa, yaitu: sebagai organizer yang
menata dan membantu memenuhi kebutuhan warga desa; sebagai mediamaker yang
berfungsi menyampaikan aspirasi, keluhan dan keinginan warga; dan sebagai leader, pemimpin di
masyarakat, menjadi pengurus publik/warga.
Ketiga
peran itulah setidaknya yang harus dilakukan pemuda dalam pembangunan desa. Dan
yang lebih penting lagi, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan sebagai
strategi pembangunan desa. Pertama,
berpartisipasi dalam mempraktikan nilai-nilai luhur budaya lokal dan agama, dan
membangun solidaritas sosial antar warga. Kedua,
aktif dalam membangun dan mengembangkan wadah atau organisasi yang memberikan
manfaat bagi warga. Ketiga,
memajukan desa dengan memperbanyak belajar, karya dan cipta yang bermanfaat
bagi warga. Keempat, berpartisipasi
dalam perencanaan pembangunan yang diselenggerakan oleh pemerintahan desa. Dan kelima, melakukan
upaya upaya untuk mendorong pemerintahan
dalam setiap tingkatan (pusat, daerah dan desa) untuk menjalankan fungsinya
sebagai pengurus warga yang benar-benar berpihak pada warga.
Strategi
dan perencanaan pembangunan desa akan tepat mengenai sasaran, terlaksana
dengan baik dan dimanfaatkan hasilnya, apabila perencanaan tersebut benar-benar
memenuhi kebutuhan warga setempat atau menekankan prinsip pro poor, pro job dan pro growth.
Untuk memungkinkan hal itu terjadi, khususnya pembangunan perdesaan,
mutlak diperlukan keikutsertaan warga desa secara langsung dalam penyusunan
rencana dan terlibat dalam setiap agenda. Sikap gotong royong, bahu-membahu,
dan saling menjaga hendaknya dilakukan warga desa demi terciptanya pembangunan desa yang
lebih baik.
Keberhasilan pembangunan desa pada akhirnya berarti juga keberhasilan pembangunan nasional.
Karena desa tidak dipungkiri sebagai sumber kebutuhan warga perkotaan. Dan sebaliknya
ketidakberhasilan pembanggunan pedesaan berarti pula ketidakberhasilan
pembangunan nasional. Apabila pembangunan nasional digambarkan sebagai suatu
titik, maka titik pusat dari lingkaran tersebut adalah pembangunan pedesaan.
Karena itu, pemerintah dalam hal ini jangan mengabaikan desa dan
mengenyampingkan kebutuhan warga desa. Ciri sebuah negara yang maju bukan bertolak pada pembangunan yang
bersifat sentralistik, dalam hal ini berpusat di perkotaan. Tapi antara
desa dan kota memerlukan pembangunan yang seimbang dan merata. [2]
Padang
Mardani, 16 Juli 2018
Referensi :
[1] https://www.hipwee.com/opini/pemuda-tumpuan-masa-depan/
[1] https://www.hipwee.com/opini/pemuda-tumpuan-masa-depan/
[2] https://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/07/27/pemuda-dan-strategi-pembangunan-desa/