PSIKOLOGI PEMBENCI
PSIKOLOGI PEMBENCI
Salah satu masalah serius di era media sosial
saat ini adalah kebencian semakin terbuka diungkapkan dan disebarluaskan di
ruang publik. Apa kiranya yang membuat orang menjadi pembenci (hater)?
Salah satu akar kebencian adalah iri, yaitu
susah melihat orang lain senang dan senang melihat orang lain susah. Orang
Jakarta menyebutnya “sirik.” Perasaan
iri akan meningkat menjadi dengki (hasad)
jika dia tidak hanya susah melihat orang lain senang, tetapi juga berusaha
menghancurkan orang itu. Dengki itu, kata Nabi Muhammad SAW, menghancurkan
kebaikan laksana api membakar kayu bakar.
Dengki tentu termasuk emosi negatif. Dengki
adalah sahabat karib benci. Pendengki otomatis pembenci. Tetapi tidak semua
pembenci adalah pendengki. Karena dengki didorong oleh kebencian, maka lambat
laun akan melahirkan permusuhan. Orang yang menjadi sasaran dengki semula
bingung kemudian marah. Bingung karena dia merasa tidak berbuat salah. Marah karena
dia diganggu oleh si pendengki.
Nurcholish Madjid dalam Islam, “Doktrin dan Peradaban,” menjelaskan,
orang dengki takkan bisa bahagia karena dia selalu menyangka orang lain lebih
bahagia dari dirinya. Dengki itu tidak rasional, tetapi benar-benar nyata dalam
kehidupan manusia. Karena itu, kata Schopenhauer, hanya orang yang betul-betul
rasional dan berani menghadapi hidup apa adanya yang bisa terbebas dari dengki
(Madjid 1992:22).
Selain dengki, kebencian lahir dari anggapan
bahwa seseorang telah melakukan kesalahan. Jika yang dibenci memang merasa
bersalah, maka kebencian lebih mudah dihapuskan dengan memperbaiki kesalahan
itu dan meminta maaf. Namun, jika si pembenci dan/atau yang dibenci merasa
paling benar sendiri dan angkuh, maka kebencian itu akan semakin parah dan
sangat sulit disembuhkan.
Tak dapat disangkal, manusia suka dipuji
daripada dicaci. Pembenci, karena memang tidak menyukai, biasanya menyerang
dengan caci maki dan cemooh. Tujuan si pembenci adalah menyakiti sasarannya.
Semakin sasarannya sakit hati, semakin puaslah dia. Karena merasa disakiti,
orang yang dicaci tadi juga menjadi benci. Benci melahirkan benci. Lambat laun,
rasa benci itu menggunung di kedua belah pihak.
Karena itu, sebaiknya caci maki tidak dibalas
dengan caci maki. Lebih baik diam dan lupakan. Namun, jika kebencian itu lahir
akibat tindakan kita yang memang salah, maka kesalahan itu harus diperbaiki dan
dibarengi dengan permintaan maaf. Akan lebih mulia lagi jika orang mampu
membalas kebencian itu dengan cinta kasih. Membalas kejahatan dengan kebaikan
adalah perilaku manusia-manusia agung.
Di sisi lain, keadilan juga penting. Pembenci
yang sudah keterlaluan mengumbar sumpah serapah, apalagi sampai melakukan
tindak kekerasan, tidak boleh dibiarkan. Hukum perlu ditegakkan. Lebih-lebih
jika kebencian itu sengaja direkayasa untuk kepentingan politik belaka.
Masyarakat dihasut dan orang baik difitnah. Penebar kebencian semacam ini harus
dihukum agar yang lain tidak berani ikut-ikutan.
Selain politik, apa kiranya pendorong
kebencian di era sekarang? Saya kira salah satunya adalah kita kini bukan saja
hidup dalam masyarakat yang penuh persaingan tetapi juga masyarakat yang suka
pamer. Media sosial memberikan ruang bagi siapapun untuk pamer. Ketika orang
lain pamer keberhasilan, ada orang tertentu yang iri bahkan dengki. Karena
media sosial itu massif, maka kebencian pun bisa massif.
Pada akhirnya, pandangan hidup sangat
penting. Pendengki adalah orang yang tidak pandai bersyukur dan terpesona pada
gemerlap duniawi. Pembenci adalah orang yang tidak mampu melihat kekurangan
dirinya dan memaafkan kekurangan orang lain. Dengan demikian, kebencian akan
dapat dikikis ketika manusia mampu melihat hidup sebagaimana adanya, dengan
segala kekurangan dan kelebihannya.
Patut pula disadari, cinta dan benci itu
sebenarnya sangat dekat. Cinta dapat berubah menjadi benci dan benci dapat
berubah menjadi cinta karena pencinta dan pembenci memiliki dasar yang sama, yaitu
perhatian. Jika Anda memiliki banyak pencinta dan pembenci, berarti Anda sedang
menjadi pusat perhatian. Anda sebenarnya adalah orang hebat bahkan dalam
pandangan para pembenci!
Pembenci yang sudah keterlaluan mengumbar
sumpah serapah, apalagi sampai melakukan tindak kekerasan, tidak boleh dibiarkan.
Peraturan perlu ditegakkan.[1]
#CATATAN
Sumber: [1] http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/03/05/psikologi-pembenci